Perasaan yang tak ku pahami
Inspirasi dan
imajinasi itu muncul sesaat dan cepat, hampir tak berbekas. Jiwa kembali hampa,
pikiran kembali kosong. Entah apa yang harus aku tulis, apa yang mesti aku
ceritakan. Semuanya samar, hambar. Rangkaian lagu yang mengalun lewat handphone tak jua memberiku sebuah inspirasi yang bisa aku tulis. Ah, menyebalkan.
Bagaimana bisa tulisan ini selesai, bahkan sepatah kata pun tak terpilih
menjadi bahan ceritaku kali ini. Mana imajinasi itu? Ku tenangkan pikiranku, ku
lapangkan hatiku. Sejenak aku terdiam, merenung, dan mencoba pelan-pelan
mengingat masa laluku yang dari Sebagian banyak harus aku pilih yang kemudian
aku kembangkan bersama imajinasi dan khayalanku untuk dirangkai menjadi sebuah
karangan utuh yang menarik.
Kurang lebih enam tahun yang lalu, ya saat
aku duduk di bangku kelas 1 SMP. Terjadilah Sebuah pertemuan yang ditentukan
oleh Tuhan, yang sama sekali tidak pernah terbesit di pikiranku. Sebuah
pertemuan gila, tanpa unsur kesengajaan. Seorang lelaki tampan, terlihat lugu
dan baik, dengan tatanan rambut yang rapih dan berkulit putih. Ia biasa dikenal
dengan nama Osten. Maksud hati ini akan ke kelas sebelah untuk menanyakan PR
yang tidak ku mengerti, tapi entah mengapa kaki ini membawa ku untuk melihat
nya mengapa dia ada dikelas itu juga.
Alhasil, saat ia hendak masuk. Seorang gadis yang
ku kenal dengan wajah cantiknya datang menghampiri Osten ke pintu. Nah, refleks
kakiku sedikit-sedikit mundur, berbalik badan dan berjalan menjauh yang
kemudian menuju tempat tujuanku semula. Ya, setelah kuingat-ingat ternyata
gadis tadi adalah saudaraku dari marga batak ku, namanya Epha. Jadi ya dia
masih saudara jauh lah denganku. Umur dia itu lebih 1 tahun lebih tua diatasku.
Sang waktu pun terus berjalan. Dia menjadi
saksi bisu atas sebuah HTS (Hubungan tanpa Status), bukan girlfriend Osten dan
bukan juga Boyfriend Epha. Ya, aku sendiri tak bisa mendeskripsikan perasaan
apa yang tengah terjadi. Aku masih ingat betul, ketika SMP kelas 1 saat
pertemanaan berjalan baik dengannya. Hanya saja aku tak mengerti mengapa dia
mendekati Epha saudaraku itu, apakah Osten suka dia?
Huh, Aku pun cuek-cuek bebek aja. Terkadang
malah sahabatku yang membuat diriku ini bingung tentang perasaan apa yang aku
rasakan ini. Di bulan-bulan berikutnya, ada sesuatu hal yang mengganjal bukan
karena cemburu, patah hati atau apapun. Tapi suatu rasa takut akan kejadian
masa itu aku terulang lagi. Rasa takut akan keadaan yang sebenarnya. Cantik itu
bukan aku, tubuh indah juga enggak, pintar nggak begitu dan hal lain yang nggak
bisa dijelasin dari sekian banyak alasan yang merasuki dan menjadikan rasa
minder itu bertambah besar.
Namun di sisi lain, aku juga tahu dia sering
banyak kejadian dalam kehidupanku terekam dalam penglihatannya. Dari mulai aku
selalu memandanginya lewat bolongan tangga, ketahuan memperhatikan nya ketika
dia sedang menulis dikelas, ataupun cari perhatian dia dengan pura-pura jatuh
dihadapannya.
Ketika itu aku
mendapatkan nomor teleponnya, dan aku pun mulai dekat dengan nya. Lewat sms
maupun telpon, tapi semua itu berawal dari diriku. Ya, karena memang aku yang
menyukainya bahkan aku tak tau apakah dia menyukai ku atau tidak. Tapi setelah
berbulan-bulan aku sms dia dan telpon dia, suatu saat ia marah padaku mungkin
ia tak suka dengan perilaku ku yang terlalu berlebih.
Mulai saat itu aku
urungkan niat untuk sms dia dan menelpon dia kembali. Karena perasaan takut itu
muncul, aku tak ingin membuat nya membenci diri ini. Ya, aku selalu
menunggunya.
Seseorang di sana,
aku tak mengerti keisengan, banyolan dan kata-kata kamu sebuah kebenaran atau
hanya bercanda. Dan aku pun juga tak mengerti akan tingkah aku yang menganggap
kamu seperti pacarku sendiri, tingkahku yang seperti anak kecil, tingkahku yang
selalu menjodoh-jodohkan kamu. Aku tak tahu apa yang ada di kedalaman hatiku.
Ada suatu perasaan senang, kadangkala kerinduan, namun yang penting saat sms
bersama lelaki itu aku tak perlu munafik, harus ini, harus itu. Tak ada yang
harus ditutupi. Aku layaknya menjadi diriku sendiri. Kecuali satu hal yang
sekali lagi aku tak bisa deskripsikan. Yaitu sesuatu perasaan dalam hatiku.